Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) tahun anggaran 2019–2020.
Kedua tersangka tersebut adalah AS, mantan Direktur Polinema periode 2017–2021, dan HS, selaku pihak penjual tanah. Keduanya kini resmi ditahan.
Penetapan dan penahanan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Jatim Nomor: Print-99/M.5/Fd.2/01/2025 tanggal 3 Januari 2025 dan Print-848/M.5/Fd.2/06/2025 tanggal 11 Juni 2025, serta Surat Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan yang diterbitkan hari ini. Keduanya akan ditahan selama 20 hari ke depan.
Modus Operandi dan Penyimpangan Prosedur
AS dan HS diduga melakukan pengadaan tanah secara melawan hukum dengan berbagai penyimpangan, meliputi:
– Tanpa Panitia Resmi: Proses pengadaan tanah dilakukan tanpa melibatkan panitia resmi yang seharusnya dibentuk.
– Penentuan Harga Fiktif: Harga tanah ditentukan tidak berdasarkan penilaian jasa appraisal, melainkan berdasarkan penilaian pribadi AS, dengan kesepakatan harga Rp6 juta/m² untuk total luas 7.104 m², sehingga nilai keseluruhan mencapai Rp42.624.000.000.
– Transaksi Non-Prosedural: Negosiasi dan pembayaran dilakukan saat dua dari tiga bidang tanah belum bersertifikat dan tanpa surat kuasa dari seluruh pemilik tanah.
– Dokumen Backdate: Pembayaran uang muka sebesar Rp3.873.500.000 kepada HS pada 30 Desember 2020 didukung oleh dokumen yang dibuat secara backdate (tanggal mundur), termasuk SK panitia, notulen rapat, hingga akta jual beli.
– Tanpa Akuisisi Aset: Pembayaran tahap selanjutnya dilakukan secara bertahap hingga mencapai total Rp22.624.000.000, namun tanpa diikuti proses akuisisi aset atau pencatatan hak atas tanah di Polinema.
Selain itu, sebagian besar lahan yang dibeli diketahui masuk dalam zona ruang manfaat jalan dan badan air, serta berbatasan langsung dengan sempadan sungai. Kondisi ini menyebabkan lahan tidak sesuai dengan peruntukan pembangunan gedung kampus.
Indikasi Pelanggaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Sebagian dari dana yang telah dibayarkan Polinema, yaitu sebesar Rp4,3 miliar dan Rp3,1 miliar, dititipkan kepada notaris dan internal Polinema untuk pembayaran BPHTB penjual dan pembeli. Hal ini melanggar ketentuan perundang-undangan, karena pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya tidak dikenakan BPHTB.
Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian keuangan sebesar Rp22.624.000.000. Atas dugaan perbuatan tersebut, AS dan HS disangkakan melanggar: Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidiair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kedua tersangka telah kami tetapkan dan langsung dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan guna mempercepat proses penyidikan,” ujar Kasi Penkum Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, S.H., M.H.
“Penyidikan terhadap kasus ini akan terus berlanjut guna mengungkap secara menyeluruh potensi kerugian negara dan pihak-pihak lain yang turut serta dalam proses pengadaan yang menyimpang dari ketentuan hukum,” pungkasnya.