Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 6 Perkara Pidum

oleh -34 Dilihat

Surabaya – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr. Kuntadi, SH, MH memimpin Ekspose RJ Mandiri 6 (enam) perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan didampingi oleh Wakajati, Plh. Aspidum, Koordinator dan para Kasi di Bidang Pidum Kejati Jatim bersama dengan Kajari Kota Blitar, Kajari Surabaya, Kajari Bondowoso, Kajari Ngawi, Kajari Sumenep. Rabu (4/06/2025)

Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu terdiri dari :

  1. Tindak Pidana Keamanan Negara dan Keteriban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) sebanyak 2 (dua) perkara,
  2. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sebanyak 2 (dua) perkara,
  3. Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 2 (dua) perkara, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

Bahwa sebanyak 2 perkara Tindak Pidana Keamanan Negara dan Keteriban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) terdiri dari:

* 1 perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP diajukan oleh Kejari Ngawi

* 1 perkara Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP, diajukan Kejari Kota Blitar

Untuk perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan Rehabilitasi melalui pendekatan Keadilan Restoratif sebanyak dua perkara oleh Kejaksaan Negeri Sumenep dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Sementara itu, perkara Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebanyak 2 perkara Kecelakaan Lalu Lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Bondowoso.

Kajati Jatim menyampaikan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui Kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.

“Melalui kebijakan ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang merasa terciderai oleh rasa ketidakadilan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Keadilan Restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” tegas Dr. Kuntadi.

Permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka, hak korban telah dipulihkan, dan masyarakat merespons positif. Untuk perkara penyalahgunaan narkotika, rehabilitasi berbasis keadilan restoratif mengacu pada Pedoman Nomor 18 Tahun 2021, dengan catatan tersangka adalah pengguna untuk diri sendiri, tidak terlibat jaringan narkotika, dan barang bukti tidak melebihi pemakaian satu hari.

No More Posts Available.

No more pages to load.