Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 19 Perkara Pidum

oleh -21 Dilihat

Surabaya – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr.Kuntadi bersama Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Hari Wibowo, S.H., M.H., memimpin Ekspose RJ Mandiri 19 (Sembilan belas) perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan didampingi oleh Aspidum, Koordinator dan para Kasi di Bidang Pidum Kejati Jatim bersama dengan Kejari Surabaya, Kejari Kota Malang, Kejari Sidoarjo, Kejari Jember, Kejari Jombang, Kejari Bangkalan, Kejari Tanjung Perak, Kejari Kota Madiun, Kejari Kota Kediri dan Kejari Sumenep. Kamis (24/07/2025)

Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu terdiri dari :

  1. Tindak Pidana Keamanan Negara dan Keteriban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) sebanyak 14 (empat belas) perkara,
  2. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sebanyak 2 (dua) perkara,
  3. Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 3 (tiga) perkara, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

Bahwa sebanyak 2 perkara Tindak Pidana Keamanan Negara dan Keteriban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) terdiri dari:

* 5 perkara Penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 Ayat (1) KUHP diajukan oleh Kejari Kota Malang dan Kejari Tanjung Perak,

* 2 perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Bangkalan

* 2 perkara Penipuan dan Penggelapan yang memenuhi ketentuan Pasal 378 atau Kedua Pasal 372 KUHP diajukan oleh Kejari Bangkalan dan Kejari Sidoarjo

* 2 perkara Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP, diajukan Kejari Kota Malang

* 1 perkara Penggelapan yang memenuhi ketentuan Pasal 374 KUHP, diajukan Kejari Surabaya

* 1 perkara Kelalaian yang memenuhi ketentuan Pasal 360 KUHP, diajukan Kejari Surabaya

* 1 perkara Pencurian dengan Pemberatan yang memenuhi ketentuan Pasal 363 KUHP, diajukan Kejari Jombang

Untuk perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan Rehabilitasi melalui pendekatan Keadilan Restoratif sebanyak dua perkara oleh Kejari Tanjung Perak dan Kejari Sumenep dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Sementara itu, perkara Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebanyak 3 perkara Kecelakaan Lalu Lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang diajukan oleh Kejari Tanjung Perak, Kejari Kota Madiun dan Kejari Kota Kediri.

Kajati Jatim menyampaikan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui Kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.

“Melalui kebijakan ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang merasa terciderai oleh rasa ketidakadilan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Keadilan Restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” tegas Dr. Kuntadi.

Permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka, hak korban telah dipulihkan, dan masyarakat merespons positif. Untuk perkara penyalahgunaan narkotika, rehabilitasi berbasis keadilan restoratif mengacu pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dan Surat Edaran Jaksa Agung No.1 Tahun 2025 dengan catatan tersangka adalah pengguna untuk diri sendiri, tidak terlibat jaringan narkotika, dan Bukan Residivis serta barang bukti tidak melebihi pemakaian satu hari sebagaimana Hasil Assesment Tim Assesmen BNNK.

No More Posts Available.

No more pages to load.