Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 23 Perkara Pidum

oleh -18 Dilihat

Surabaya – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Kuntadi, S.H., M.H., memimpin Ekspose 23 (dua puluh tiga) perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan didampingi oleh Wakajati Jatim, Aspidum dan para Kasi di Bidang Pidum Kejati Jatim bersama dengan Kajari Surabaya, Kajari Banyuwangi, Kajari Kota Blitar, Kajari Gresik, Kajari Kabupaten Kediri, Kajari Kabupaten Mojokerto, Kajari Tuban, Kajari Kabupaten Probolinggo, serta Kajari Nganjuk. Selasa (26/08/2025).

Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu terdiri dari :
1. Tindak Pidana Keamanan Negara dan Keteriban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) sebanyak 20 (dua puluh) perkara,
2. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sebanyak 1 (satu) perkara,
3. Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 2 (dua) perkara, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

Bahwa sebanyak 20 perkara Tindak Pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) terdiri dari:
– 7 perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Nganjuk
– 6 perkara Penganiayaan dan Perbuatan Memaksa yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 335 KUHP diajukan Kejari Surabaya, Kejari Gresik, Kejari Kabupaten Mojokerto, Kejari Tuban dan Kejari Kabupaten Probolinggo
– 4 perkara Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Kota Blitar dan Kejari Gresik
– 2 perkara Penipuan dan Penggelapan yang memenuhi ketentuan Pasal 378 atau Kedua Pasal 372 KUHP diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Banyuwangi
– 1 perkara Perusakan Barang yang memenuhi ketentuan Pasal 406 ayat (1) KUHP diajukan oleh Kejari Kabupaten Kediri

Untuk perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan Rehabilitasi melalui pendekatan Keadilan Restoratif sebanyak satu perkara oleh Kejari Nganjuk dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 114 ayat (1) subs Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 127 ayat (1) Huruf A Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Sementara itu, perkara Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebanyak 1 perkara Kecelakaan Lalu Lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang diajukan oleh Kejari Tanjung Perak dan sebanyak 1 perkara Penganiayaan Pada Anak dan penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76 huruf C Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak atau kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, diajukan oleh Kejari Nganjuk

Kajati Jatim menyampaikan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui Kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.

“Melalui kebijakan ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang merasa terciderai oleh rasa ketidakadilan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Keadilan Restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” tegas Dr. Kuntadi.

Permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka, hak korban telah dipulihkan, dan masyarakat merespons positif. Untuk perkara penyalahgunaan narkotika, rehabilitasi berbasis keadilan restoratif mengacu pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dan Surat Edaran Jaksa Agung No.1 Tahun 2025 dengan catatan tersangka adalah pengguna untuk diri sendiri, tidak terlibat jaringan narkotika, dan Bukan Residivis serta barang bukti tidak melebihi pemakaian satu hari sebagaimana Hasil Assesment Tim Assesmen BNNK.

No More Posts Available.

No more pages to load.