Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 13 Perkara Pidum

oleh -25 Dilihat

Surabaya – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Kuntadi, S.H., M.H., memimpin ekspose 13 (tiga belas) perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, dengan didampingi oleh Wakajati, Aspidum dan para Kasi di Bidang Pidum Kejati Jatim bersama dengan Kajari Jember, Kajari Kota Malang, Kajari Tanjung Perak, Kajari Kabupaten Kediri, Kajari Kabupaten Madiun, Kajari Kota Pasuruan, Kajari Sampang, Kajari Sumenep, Kajari Ponorogo, Selasa (23/9/2025).

Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu terdiri dari :

  1. Tindak Pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) sebanyak 9 (sembilan) perkara,
  2. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sebanyak 2 (dua) perkara,
  3. Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 2 (dua) perkara, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

Bahwa sebanyak sembilan perkara Tindak Pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) terdiri dari:

–            2 perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP diajukan oleh Kejari Tanjung Perak

–            1 perkara Pencurian dengan kekerasan yang memenuhi ketentuan Pasal 365 ayat (1) KUHP diajukan oleh Kejari Kota Malang

–            1 perkara Pencurian dengan pemberatan yang memenuhi ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP diajukan oleh Kejari Kabupaten Madiun

–            1 perkara Pengeroyokan atau Penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 170 ayat (1) atau Pasal 351 ayat (1) KUHP diajukan oleh Kejari Jember

–            1 perkara Penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) atau kedua Pasal 335 ayat (1) KUHP diajukan oleh Kejari Kota Malang

–            1 perkara Penipuan atau Penggelapan yang memenuhi ketentuan Pasal 378 atau Pasal 372 KUHP diajukan oleh Kejari Kabupaten Kediri

–            1 perkara Penggelapan dalam kalangan keluarga yang memenuhi ketentuan Pasal 376 KUHP diajukan oleh Kejari Kota Pasuruan

–            1 perkara Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP diajukan oleh Kejari Sampang

Untuk perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan rehabilitasi melalui pendekatan keadilan restoratif sebanyak dua perkara oleh Kejari  Sampang dan Kejari Sumenep dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) lebih subsidair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Sementara itu, perkara Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebanyak dua perkara dengan rincian satu perkara oleh Kejari Sampang dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan satu perkara oleh Kejari Ponorogo dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) dan atau Pasal 44 ayat (4) Undang Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Kajati Jatim menyampaikan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.

“Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat tidak lagi merasa terciderai oleh ketidakadilan. Meski begitu, penting untuk ditegaskan bahwa keadilan restoratif bukanlah bentuk toleransi terhadap pelaku pidana untuk kembali melakukan pelanggaran serupa,” tegas Dr. Kuntadi.

Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka, hak korban telah dipulihkan, dan masyarakat merespons positif. Untuk perkara penyalahgunaan narkotika, rehabilitasi berbasis keadilan restoratif mengacu pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dan Surat Edaran Jaksa Agung No.1 Tahun 2025 dengan catatan tersangka adalah pengguna untuk diri sendiri, tidak terlibat jaringan narkotika, dan bukan residivis serta barang bukti tidak melebihi pemakaian satu hari sebagaimana Hasil Assesment Tim Assesmen BNN.

No More Posts Available.

No more pages to load.