Disaksikan Jampidum, Kejati Jatim Resmi Teken MoU Pidana Kerja Sosial Bersama Pemprov Jatim

oleh -5 Dilihat

Surabaya – Dalam rangka menyongsong pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara resmi menandatangani Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama terkait implementasi pidana kerja sosial (Social Service Order) bagi pelaku tindak pidana di Aula Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Senin (15/12/2025).

Penandatanganan ini dilakukan oleh Kajati Jatim Agus Sahat ST, S.H., M.H., dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa serta diikuti secara serentak oleh 39 Kajari dengan Bupati/Walikota se-Jawa Timur disaksikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Rektor Universitas Airlangga, Plt. Direktur Utama PT Jamkrindo, Direktur SDM Indonesia Financial Group (IFG), Wakajati Jatim, Sekdaprov Jatim, para Asisten, Kabag TU dan Koordinator pada Kejati Jatim.

Dalam sambutannya, Kajati Jatim Agus Sahat ST menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah konkret dalam mempersiapkan penerapan sanksi pidana kerja sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.

“Kejaksaan bertanggung jawab memastikan penerapan sanksi pidana sosial berjalan adil, objektif, dan konsisten, sementara pemerintah daerah berperan dalam memfasilitasi pelaksanaan teknis, pembinaan, serta penyediaan sarana dan kesempatan kerja sosial yang bermanfaat bagi masyarakat,” ungkap Kajati Jatim.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan kesiapan dalam mendukung pelaksanaan pidana kerja sosial, yang diharapkan dapat terintegrasi dengan percepatan pelaksanaan program strategis nasional di daerah serta memberikan dampak positif bagi pemulihan pelaku.

Pada momentum tersebut, Jampidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana mengapresiasi langkah kolaboratif Kejati Jatim dan Pemprov Jatim. Beliau menegaskan bahwa kehadiran KUHP Nasional membawa pembaruan paradigma pemidanaan yang bersifat korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

“Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh bersifat komersial apalagi mengganggu mata pencaharian tersangka, serta harus disesuaikan dengan keahlian dan kebutuhan berdasarkan kesepakatan antara kejaksaan dan pemerintah daerah,” tutur Jampidum.

Selain menyaksikan penandatanganan kerja sama, Jampidum juga membuka Bimbingan Teknis Capacity Building Penggerak Restorative Justice Adhyaksa “Caraka Dharma Śāsaka” yang diikuti para mediator Rumah Restorative Justice se-Jawa Timur, terdiri atas perangkat desa, calon jaksa, dan jaksa fungsional dengan fasilitator dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Acara kemudian ditutup dengan penyerahan buku “Desain Ideal Implementasi Social Service Order” dari Jampidum kepada Gubernur Jawa Timur sebagai rujukan konseptual pelaksanaan pidana kerja sosial ke depan.

No More Posts Available.

No more pages to load.